Road trips always make great adventure, especially when you have a 6 months old baby with you. Ini pertama kalinya kami melakukan road trip sejauh lebih dari 3000 kilometer dalam waktu kurang lebih 2 minggu.
Kebetulan di akhir tahun 2019 yang baru saja lewat, keponakan saya memutuskan berlibur mengunjungi kami di Belgia, selain tentunya ingin melihat her baby cousin. Suami saya pun telah merencanakan cuti jauh-jauh hari sehingga kami memutuskan untuk traveling selama keponakan saya ada di Eropa
Perjalanan darat dimulai dengan mengunjungi rumah keluarga kakak saya di Assen, Belanda Utara, untuk merayakan natal bersama, lalu sekalian nyekar ke makam ayah saya disana. Sejak saya hamil hingga anak kami lahir saya belum pernah kesana lagi, jadi inilah waktunya.
Hi guys, we are updating weekly our Youtube channel, please CLICK HERE, show some love and hit the subscribe button!
Since our family is getting bigger, we are also expanding many features in Youtube, not only about travel but also about motherhood, lifestyle, family and everything in between☺
Selanjutnya kami telah merencanakan untuk melanjutkan perjalanan ke Metz, Prancis, lalu lanjut ke propinsi Alsace ( yes, again Alsace:p ) dan berakhir di Swiss, sayangnya anak kami flu berat ketika kami di Assen, sehingga nyaris road trip ke Prancis dan Swiss berakhir gatot.
Putar kepala enaknya kemana yang tidak jauh dari Assen, dan kemudian di subuh hari karena begadang nemenin si bocah yang tidak bisa tidur, saya mencetuskan ide bagaimana kalau kita ke Denmark saja, tentunya dengan transit dulu semalam di salah satu kota perbatasan Belanda - Jerman - Denmark dan kemudian kita lihat situasi dan kondisi anak bayi ini.
Setelah packing dan siap berangkat, kami meninggalkan rumah Assen jam 12 siang, saya ingin kami transit in Lübeck, Germany karena dilihat dari kilometernya tidak terlalu jauh dari Assen, tapi masih reasonable juga jika besoknya dilanjutkan ke Denmark.
Surprisingly anak kami mendadak ceria saat menit pertama dia duduk di car seatnya, demamnya sama sekali hilang, rautnya bahagia dan instinct saya mengatakan kalau he's getting better.
Sampai di hotel di Lübeck pun demikian, langsung main sendiri, bahkan tenang sekali ketika kami makan malam di restoran, ini pertanda Denmark trip akan jadi kenyataan.
Dari Lübeck ke kota pertama di Denmark, Fredericia, ditempuh dengan jarak 281 kilometer. Fredericia ini adalah salah satu kota pelabuhan Denmark yang sangat terkenal dan menjadi starting point kapal pesiar arah Scandinavia. Sayangnya karena musim dingin, tentunya kota pinggir laut seperti kota mati ya, banyak bisnis yang hibernasi selama musim ini dan kembali lagi beroperasi ketika musim semi tiba.
Ada dua cara menuju ke Copenhagen dari Jerman, selain menggunakan ferry, bisa juga mengambil rute yang lebih jauh dan menggunakan tol. Karena trip ke Denmark ini serba last minute, terus terang kami tidak punya banyak waktu untuk mempelajari rute mana yang terbaik dengan budget yang ok, as you know Denmark salah satu negara mahal di dunia.
Kami memilih rute yang lebih jauh ( sekitar beda 1 jam dibanding dengan menggunakan ferry ), termasuk lewat jalan tol, The Great Belt, dengan biaya kurang lebih 230 Danish Krone ( = 32 Euro atau sekitar Rp. 500.000,- ) sekali jalan.
Tol ini memotong laut dengan jembatan yang sangat spektakuler, apalagi waktu itu kami melewatinya saat matahari terbenam. It was magical.
Kami tiba di Copenhagen sekitar jam 7 malam, matahari di Denmark cepat sekali tenggelamnya, sejak jam 3 sore sudah gelap. Hari terasa makin pendek kalau liburan ke arah utara saat musim dingin. Saya telah melakukan pemesanan penginapan di Zleep Hotel Copenhagen City Centre ( cabang lainnya di Copenhagen Airport ), hotel ini hotel asli Denmark sepertinya karena hampir di tiap kota besar ada Zleep hotel yang mengusung eco green ini.
Lokasinya strategis ( metro dan central station bisa dengan jalan kaki saja ), banyak restoran di sekitarannya, di lobby juga ada coffee shop terkenal dari Amsterdam, Kaldi Coffee. China town juga tidak jauh dari hotel ini just in case you are craving for some Asian foods.
Copenhagen still awesome as far as I remember it, the city of bikes, dan lebih sering ketemu dengan orang lokal yang ramah daripada yang dingin kaku. Jika bahasa tubuh kita seperti orang kebingungan, pasti ada orang lokal yang langsung menghampiri.
Traveling dengan bayi pastinya membuat kami tidak terlalu greedy ingin lihat ini itu, semua dibawa santai dan mengutamakan kenyamanan si kecil. Keluar dari hotel juga biasanya sudah agak hampir siang, dan kembali lagi ke hotel tidak terlalu malam, apalagi angin utara terkenal jahanamnya. Lagi-lagi kami semakin tambah takjub melihat kondisi flunya yang semakin menghilang, puji Tuhan.
Keliling Copenhagen kami mulai dari Nyhavn, pelabuhan mini dengan deretan rumah warna warninya, yang jadi icon terkenal Copenhagen, dimana ada 3 rumah yang sempat ditinggali oleh penulis kebanggaan Denmark, Hans Christian Andersen.
Kami menikmati beberapa jam disana sambil makan siang di salah satu restoran Italia. Oh ya selama di Denmark, kami selalu menemukan restoran enak lho!
Dari Nyhavn kami melanjutkan berjalan kaki ke Christiansborg Palace, lalu menyusuri Strøget yang adalah biggest shopping street di Copenhagen.
Selain Fredericia dan Copenhagen, kami juga menyempatkan untuk mengunjungi kota lainnya di Denmark yang kebetulan memang kami lewati dari rute Jerman, yaitu kota Odense. Odense adalah kota terbesar no 3 di Denmark, tapi bukan itu yang membuat kami tertarik mengunjunginya melainkan karena kota ini adalah kota kelahiran Hans Christian Andersen. Disini kita dapat melihat rumah tempat beliau dilahirkan dan menghabiskan masa mudanya.
Area rumah tersebut masih sama seperti aslinya, desa yang mungil tapi sangat cantik, facade rumah-rumahnya warna warni dan seperti jika musim panas tiba, banyak sekali bunga-bunga bermekaran di depan teras rumah mereka.
Odense dipenuhi dengan turis Asia, entah dari Jepang, Cina atau Korea, sepintas mereka mirip, tidak heran jika papan informasi rutepun ditulis juga dalam bahasa Cina. Para turis perempuannya sibuk berpose di depan rumah-rumah cantik itu.
Jika tertarik untuk masuk ke dalam rumah Hans Christian Andersen yang terlihat sederhana ( HCA dikabarkan lahir di keluarga yang miskin ), bisa membeli tiket seharga 110 DK atau sekitar Rp. 230.000,-
Karena desa kecil Odense ini cantik sekali, saya posting terpisah ya :-)
So that is it for now, my first post in 2020! We wish you a wonderful New Year and many travels in 2020!
wuah sekarang jalan-jalan liburan udah gak berdua lagi yah, sudah ada baby yang siap2 jadi little adventurer nih.. happy new year mba..
ReplyDeleteHappy New Year Maya, terima kasih ya :-)
DeleteHappy new year mbak Fe
ReplyDeleteHappy New Year !
Delete