Ritual Semana Santa
Alunan Doa dan Kidung Pujian dari Tanah Larantuka
|
for english version, click here
Sapuan
warna jingga di langit perlahan memudar, tergantikan dengan gelap
kelam layaknya panorama angkasa di pukul 6 sore lebih sedikit. Bis
umum dari Maumere dengan tujuan Larantuka yang saya tumpangi baru
saja berkendara kurang lebih 30 menit, masih kira-kira 3 jam 30 menit
lagi. Entah ada pemandangan apa di luar sana, hanya siluet pohon
kelapa sesekali bisa saya lihat dari balik jendela yang saya buka
lebar demi harapan ada hembusan angin. Jalanan berkelok naik dan
turun selama perjalanan dari Maumere ke Larantuka ini senangtiasa
menemani sehingga plastik menjadi barang yang paling dicari penumpang
yang terkena mabuk darat.
Penumpang
bocah laki berusia kurang lebih 9 tahun yang duduk di sebelah saya
perlahan namun pasti mulai duduk tidak seimbang, ternyata ngantuk
menghinggapnya, sambil terus menerus memangku ayam jantan yang dia
bawa serta saat naik ke dalam bis. Lucu. Perlahan saya menarik kepala
si bocah yang ditumbuhi rambut ikal untuk lalu saya sandarkan di
bahu, dia pun pasrah sambil menikmati.
Di
dalam bis pengap yang mulanya sangat menyebalkan, berubah menjadi
menyenangkan, alunan musik ciptaan Pance Pondaag dan Obbie Messakh
menemani perjalanan 4 jam tersebut. Sesama penumpang terlihat perduli
satu sama lain, ada ibu yang kerepotan dengan 2 anaknya yang secara
bersamaan menangis kecapaian, dan penumpang lainnya pun dengan
sukacita membantu dengan memangku salah satu anaknya.
Setelah
lebih dari 4 jam duduk di bis pengap itu, akhirnya patung emas
bersosok Bunda Maria yang sedang menggendong Yesus yang terluka
nampak berdiri tegak di pertigaan persimpangan jalan. Patung tersebut
seolah olah berkata "Selamat datang di Kota Larantuka"
Bukan
hanya menjemput penumpang, ternyata ritual naik bis di Larantuka
adalah para penumpang akan diantar supir sampai ke tujuan akhir
mereka, tak terkecuali saya, diantarkannya sampai di depan pintu
gerbang penginapan yang telah saya reservasi sebelumnya. Ketika saya
turun, semua penumpang sambil tersenyum mengucapkan salam perpisahan.
Inilah gambaran betapa indahnya kebersamaan dan keakraban yang
terjalin karena sangat bersahabatnya penduduk lokal di Flores, tidak
perduli bahwa Anda adalah pendatang di daerahnya.
Larantuka
adalah salah satu kota ziarah bagi umat Katolik di Indonesia yang
terletak di Flores Timur yang dikenal pula dengan nama Kota Reinha
dalam bahasa Portugis. Kota Ratu atau Kota Maria adalah julukkan yang
sering diberikan untuk Larantuka.
Pamor
Larantuka tidak terlalu terdengar dibandingkan dengan kota
tetangganya Maumere misalnya, namun pada perayaan pekan Jumat Agung,
Larantuka yang biasanya adalah desa sepi akan dibanjiri peziarah dari
penjuru Nusantara, bahkan ketika saya berada disana sekitar kurang
lebih 20 an wisatawan asing nampak ikut serta dalam prosesi nya, dari
bahasa yang mereka gunakan saya menangkap beberapa kata dalam bahasa
Portugis, dan kemudian saya tahu mereka berasal dari Portugal dan
lainnya berasal dari Spanyol.
Sebagai
kota ziarah, Larantuka bisa disamakan dengan kota Fatima di Portugal
dan Lourdes di Prancis. Seperti dua kota di luar negeri itu, ikon
yang diangkat sebagai magnet ziarah adalah Bunda Maria.
Diyakini
pada 500 tahun silam, terjadi penampakan
Bunda Maria di Larantuka, sejak saat itu upacara Semana Santa digelar
setiap tahun, dimana kepercayaan akan penampakan itu masih bertahan
dan menjadi inti upacara Semana Santa.
Memesan
akomodasi di Larantuka menjelang Semana Santa susah bukan kepalang,
rata-rata peziarah telah melakukan pemesanan jauh-jauh hari, tak
kerap bahkan 1 tahun sebelumnya karena banyak pengunjung yang rutin
melaksanakan ritual ini setiap tahunnya, saya beruntung memiliki
teman, anak lokal Larantuka yang telah bersusah payah mencarikan 1
kamar untuk saya tinggali. Walaupun demikian, jangan jadikan hal ini
sebagai penghalang untuk menghadiri ritual istimewa ini, selain
gereja yang siap ditumpangi oleh para peziarah, rumah para penduduk
di Larantuka juga terbuka lebar untuk siapa saja, asal Anda siap
memaklumi keadaan di rumah mereka yang seadanya.
Ritual
Semana Santa ini dilakukan selama sepekan menjelang hari sengsara
Jumat Agung atau matinya Yesus di kayu salib, sampai dengan hari raya
Paskah atau bangkitnya Yesus Kristus.
Maka
hari Jumat pagi itu saya pun bergegas menuju Kapel Tuan Ma (Bunda
Maria) yang terletak tak jauh dari Pelabuhan Larantuka, kapel mungil
dengan latar belakang gunung Ili Mandiri (1510m) dan di halaman
depannya adalah laut tenang nan bersih.
Ratusan
jemaat silih berganti memasuki altar dengan jalan berlutut,
menggenakan pakaian terbaik yang mereka punya, sambil memanjatkan doa
dengan rosario di tangan. Di samping altar nampak hasil panen yang
dipersembahkan oleh para jemaat, terlihat ada jagung, padi, singkong,
dan beraneka buah-buahan. Suasana khikmat sangat terasa, yang
tertinggal hanyalah rasa damai di hati.
Tepat
pukul 12 siang, prosesi laut dilaksanakan. Arak-arakan kapal kayu dan
sampan dengan bendera hitam menuju pelabuhan tepat di seberang Kapel
Tuan Ma.
Layaknya
seperti misa namun di atas kapal, para jemaat di atas kapal tersebut
tak hentinya memanjatkan puji-pujian memuliakan dan meninggikan nama
Tuhan, diselingi dengan doa Bapa Kami dan Doa Maria.
Para
jemaat memakai pakaian hitam hitam tanda berkabung, dan jubah putih
bagi para petugas yang menggotong patung kayu Bunda Maria.
Para
jemaat yangg berdiri di sepanjang pinggiran jalan memberikan
penghormatan sambil mengucapkan harapan supaya mujizat seperti
kesembuhan dan pemulihan boleh terjadi.
Siang
hari, dari Kapela Tuan Ma, dilakukan perarakan patung Bunda Maria
(Tuan Ma dalam bahasa Nagi) dan patung Yesus Kristus untuk diarak
bersama-sama menuju Katedral Larantuka.
Sore
dan malam hari, setelah Misa Jumat Agung dan upacara penghormatan
salib, dari Katedral Larantuka dimulailah perarakan patung Tuan Ana
dan Tuan Ma mengelilingi Kota Larantuka, melalui delapan titik
perhentian kehidupan yang disebut dengan istilah Armida.
Ribuan
lilin yang dibakar diletakkan di sepanjang rute prosesi dan juga
dibawa di tangan oleh para peziarah, asap lilin yang naik terus ke
atas ditiup angin seakan membawa serta serangkaian doa anak manusia
yang berteriak minta belas kasihan kepada Pencipta nya.
Makna
religi prosesi yang kental dengan gaya Portugis ini sesungguhnya
adalah menempatkan Yesus sebagai pusat ritual, serta menempatkan
Bunda Maria sebagai ibu yang berkabung (Mater Dolorosa) karena
menyaksikan penderitaan Yesus anaknya, sebelum dan saat disalibkan di
Bukit Golgota dan bumi Larantuka pun berubah menjadi kota perkabungan
suci.
Tip Jika Ingin Melihat Semana Santa
1.
) Kapan diadakan Semana Santa setiap tahunnya berbeda, bisa dijadikan patokkan kapan hari paskah pada tahun itu berlangsung. Semana Santa dimulai seminggu sebelum hari paskah dan puncaknya adalah di hari Jumat Agung.
2.
) Bandara yang terdekat dengan Larantuka adalah: Bandara Frans Seda,
Maumere
Jika
menggunakan transportasi umum, dari terminal di kota Maumere banyak
tersedia minibus dengan rute menuju Larantuka, biaya per orang adalah
Rp 35.000,-. Minibus akan mulai jalan jika penumpang telah penuh.
Jika
ingin nyaman, banyak taksi dari bandara Maumere yang bisa mengantar
Anda menuju Larantuka, sekali jalan biaya nya antar Rp 350.000,- s/d
Rp 500.000,-. Sepakati harga jasa di awal.
3.
) Tinggal dimana di Larantuka :
Flores
Cottage
Jl
Diponogoro (Pasar Baru)
+62
383 22158
Asa
Hotel Larantuka
Jln.
Sukarno - Hatta, Weri - Larantuka
Flores
Phone
: +62383 2325018
Mobile : +6281239866135
4.
) Flores Tourism Board : http://www.florestourism.com
No comments:
Post a Comment
Friends, Thank you so much for reading + supporting my blog, and for taking the time to leave me a comment.
Your comment support truly means so much to me.
Have a lovely day! xo, Jalan2Liburan