Siapa yang menyangka kalau Turki menjadi salah satu negara yang kami datangi berkali-kali untuk kemudian dijelajahi sepuasnya, Turki ini seperti Maroko yang menyenangkan, sekali datang tidak akan puas. Jika ada kesempatan untuk hideaway, biasanya saya langsung melirik aplikasi pencarian tiket menuju salah satu kota disana, apalagi cuaca di Turki yang sering kali lebih hangat daripada di negara saya tinggal.
Suatu hari di Cappadocia Turki, kami menghabiskan sore sampai malam di gedung seni Saruhan untuk menyaksikan pergelaran tari Whirling Dervishes. Kami tiba sebagai pengunjung pertama dan kemudian disusul satu bus penuh rombongan turis dari Meksiko. Ini pertama kali kami melihat tarian indah Whirling Dervishes. Dalam hati saya berjanji jika ada kesempatan lagi saya tidak akan melewatkan menyaksikan kembali tarian ini.
Itu janji saya beberapa tahun lalu, sampai akhirnya Turki kembali mengucapkan selamat datang ketika kami kembali mengunjunginya di penghujung tahun lalu. Saya memilih kota Bursa, saya tahu Bursa karena di peta yang saya lihat letaknya cukup masuk akal jika ditempuh dari Istanbul yang sudah beberapa kali kami sambangi.
Janji melihat kembali tarian Whirling Dervishes akhirnya terpenuhi, jauh lebih dahsyat dari yang kami tonton di Cappadocia, karena di Bursa tarian ini menjadi bagian dari ritual harian para jemaah disana, bukan sebagai atraksi wisata para rombongan turis yang kadang menonton sambil mengantuk bahkan tertidur. Walaupun demikian, pintu mereka tetap terbuka dengan lapang, kami datang sekitar jam 19:30 karena acara akan dimulai jam 20:00 tepat.
Secangkir teh Turki hangat dibagikan gratis untuk para yang datang. Sebelum jam 20:00 kami pun memasuki ruangan, saya naik ke balkon di tempat para perempuan duduk, dan suami saya duduk di bawah bersama para pria lainnya. Saya lihat dari atas ia telah asyik berkawan dengan pria-pria lokal, nampaknya hanya kami berdua turis yang datang hari itu.
Saya menginsyaratkan supaya suami saya bertanya atau tepatnya minta ijin kepada orang sekitar kiranya boleh ia mengambil foto dan video saat acara berlangsung, dan responds yang sangat menyenangkan karena mereka mempersilahkan.
Suasana
hening, syair pujian mengalun teduh, dengan gerakkan putaran jubah
putih, siapapun akan terlena mengikuti gerakkan para penari Whirling
Dervishes ini, musik dimulai dan terus terang bulu kuduk saya berdiri saking syahdunya.
Whirling
Dervishes berarti para darwis yang berputar-putar, atau bisa juga
disebut dengan tarian sema, tarian yang terinspirasi dari penyair
bernama Jalaluddin Rumi.
Berdasarkan
sejarahnya, Rumi melakukan tarian ini pertama kali ketika guru
spiritualnya meninggal dunia dan untuk mengekspresikan kesedihannya
ia melakukan tarian Sufi sebagai bentuk eskpresi kesedihannya sambil
melantunkan syair - syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan.
Tarian
diawali dengan para Sufi mengenakan jubah hitam dan selanjutnya
dilepas sehingga terlihat jubah dominan warna putih. Satu sama lain
membungkuk dan menyilangkan kedua tangan di dada.
Secara
pelahan para penari akan berputar lembut ke arah kiri sebagai simbol
gerakan alam semesta, dengan tumit kaki sebagai tumpuan. Tangan kanan
menghadap ke atas dan tangan ke kiri ke bawah, memiliki filosofi
berkah Allah diterima oleh telapak tangan kanan dan disebarkan ke
seluruh makhluk oleh tangan kiri.
Setiap
atribut yang dikenakan para penari juga bukan tanpa makna. Topi Sikke
yang memanjang ke atas melambangkan batu nisan, jubah hitam sebagai
simbol alam kubur dan baju putih adalah simbol kain kafan, sebagai
pengingat manusia akan kematian sehingga dengan demikian lebih mudah
untuk mengendalikan hawa nafsu duniawi.
Para
penari bertahan lama melakukan putaran tersebut tanpa rasa pusing
karena selalu berlatih dengan cara berdzikir dan bershalawat nabi,
dengan demikian para penari Sufi tidak akan pusing karena ditubuhnya
sudah teraliri rasa cinta yang mendalam kepada Allah.
Pertunjukkan
Whirling Dervishes banyak digelar di kota-kota di Turki, dan yang
uniknya di kota Bursa, Turki, para penarinya bukan hanya orang dewasa
tapi juga anak-anak, remaja sampai orang dewasa.
Pertunjukkan
Whirling Dervishes ini gratis dan diadakan setiap malam mulai jam 8
malam di Culture Centre Of Karabas-i Veli. Bangunan ini telah ada
sejak tahun 1550.
Wah keren ya mbak....Baru tahu tentang makna-makna pakaiannya...
ReplyDeleteiya, semua ada filosofinya..
DeleteMbak Feb, aku membaca beberapa buku karya Rumi. Jatuh cinta pada puisi-puisinya. Makanya mimpi banget suatu ketika nanti melihat whirling dervishes ini langsung di tempat Rumi pernah hidup :)
ReplyDeletepuisinya simple tapi ngena ya, aku baru baca 1 buku kumpulan puisi cinta Rumi :-)
Delete