Attended Frankfurt Book Fair 2015



Penggila buku, pengarang buku, kutu buku, editor buku, pengusaha percetakkan buku, apapun yang berkaitan dengan industri buku pastinya sangat menggagungkan acara tahunan Frankfurt Book Fair ini. Pameran buku terbesar, tertua sejagat raya. 
Bagi mereka Frankfurt Book Fair tak ubahnya naik haji ke Mekkah saking sakralnya, dipenuhi para peziarah pencinta buku dan dunia buku. 

Terus terang kemarin-kemarin saya masih menunda ingin mendatangi FBF ini, ah nanti-nanti saja adalah alasan yang selalu ada di kepala, toch dekat hanya di Frankfurt, tapi tidak tahun ini ketika saya mengetahui bahwa Guest of Honour di acara FBF adalah tanah air saya sendiri. 

Ya, Indonesia didaulat menjadi tamu kehormatan, yang artinya semua mata dunia literatur memandang ke Indonesia. Indonesia diberikan panggung khusus, di panggung itulah bangsa kita 'menjual' diri, mempertunjukkan siapa kita dan apa yang kita punya, semua portfolio bangsa kita tunjukkan disana. 



Mungkin kita merasa kalau sedang di toko buku di Indonesia kita terkesima akan banyaknya buku yang dijual disana, tiap minggu ada saja buku baru, tiap tahun selalu lahir penulis baru yang dikagumi, tapi apakah kemeriahan di toko buku itu terdengar gaungnya sampai ke luar negeri? Tentu tidak ! Di antara deretan nama penulis beken Indonesia, bisa jadi hanya Pramudya Ananta Toer yang namanya lumayan menjadi sorotan, 30 karyanya telah disadur ke dalam 20 bahasa dan beliau juga pernah mendapat penghargaan PEN Freedom Award. Terus kemana nama-nama penulis lainnya? Jarangnya penulis Indonesia mendapat tempat di hati dunia karena latar belakang rezim Soeharto yang meluluhlantahkan kemerdekaan menulis, ruang gerak mereka pun sempit karena kebebasan yang dirampas, boro-boro kan mau bikin buku, wong siaran TV saja harus difilter. Maka ibarat seperti pintu yang didobrak ketika Soeharto lengser, satu per satu penulis lahir dan mendapat tempat di hati rakyat, sampai sekarang. 


Pavilion Indonesia
Sebagai tamu kehormatan dari Frankfurt Book Fair 2015, Indonesia menampilkan beragam sastra dan budaya, baik itu tradisional dan kontemporer di pavilion ini. 

Kalau tahun lalu Finlandia yang adalah tamu kehormatan membuat slogan "Finland. Cool", maka tema yang diusung Indonesia diberi slogan "17.000 Islands of Imagination" - mewakili citra kepulauan Indonesia, menyajikan suasana dan gambar sugestif dari kepulauan Indonesia, sebuah negara dihubungkan oleh laut, dibentuk oleh rantai sejarah vulkanik.
Logo dan banner "17.000 Islands of Imagination" ini terpampang dimana-mana di Frankfurt, beneran deh saya merinding melihatnya, bukan karena cerita horor tapi karena rasa bangga yang luar biasa. Pameran buku ini sudah berusia 500, people! 

Desain paviliun menggunakan deretan lentera yang tergantung di langit-langit, di badan luar lentera tertulis cuplikan kalimat dari buku-buku pengarang Indonesia. Afterall saya suka sekali dengan desain karya anak bangsa, Pulau Imaji. Bravo!







Di pavilion ini juga ada panggung sederhana yang menampilkan bincang-bincang dengan para penulis kenamaan Indonesia seperti Andrea Hirata, Ayu Utami Laksmi Pamuntjak, Leila Chudori dan masih banyak lagi. 
Padatnya jadwal pembicara yang ingin dihadiri ditambah jaraknya antara Pavilion Indonesia dan Stand Indonesia di Hall 4 yang lumayan jauh membuat saya kewalahan mengatur jadwal ingin melihat yang mana.




Taufik Ismail in the crowd


Dunia Kuliner Indonesia
FBF bukan hanya mengenai literature semata, sebagai tamu kehormatan, Indonesia berhak menampilkan budaya yang kita miliki termasuk kuliner. Food court pun menampilkan makanan menu Indonesia seperti Nasi Kapau untuk para vegetarian, Asinan Jakarta yang saya suka rasanya, Ayam rica, gado-gado dan klapertaart. 

Untuk ukuran rasa akan menu makanan yang disajikan sepertinya kalau boleh jujur tidak begitu sreg di lidah, tentunya bukan di lidah saya yang orang Indonesia saja tapi juga lidah warga negara asing yang saya temui dan saya tanya pendapat mereka mengenai makanan yang baru mereka makan. 
Klapertaart pun dibuat seperti cupcake dengan kelapa parut, mungkin ini klapertaart kontemporer, entahlah. Padahal team kuliner yang diajak kesana banyak sekali ya, sayang sekali tidak bisa mendeliver rasa makanan Indonesia yang super enak itu, bisa dimengerti dengan alasan tidak banyak bumbu yang bisa dibawa dari Indonesia karena keimigrasian Jerman yang ketat, tapi kok restoran Indonesia di Belanda bisa enak banget ya kalau jual makanan :)






Talking about this culinary section, ketika on the way ke Frankfurt pun, di radio lokal saya mendengar sedikit cerita dari penyiar radio yang menceritakan bahwa Franfkurt Book Fair tahun ini banyak menampilkan bukan hanya literatur tapi juga budaya dan banyak cerita makanan. Si penyiar menceritakan mengenai Bara Pattiradjawane yang mendemo masak makanan khas Indonesia Timur, kohu-kohu dan papeda. 





Happy Hour
Bukan saja memamerkan kekayaan literatur bangsa, tapi juga budaya dalam artian luas. Saat penutupan Frankfurt Book Fair di hari Sabtu nya, pavilion Indonesia menampilkan acara happy hour, tari-tarian dan musik Indonesia secara nonstop selama kurang lebih 40 menit, mulai dari Tari Payung sampai Tari Mitreka Bawana. 
Serius ini keren sekali, antusiasme pengunjung juga luar biasa, untuk penonton Indonesia rasanya berada di rumah sendiri, dan bagi pengunjung warga asing seperti dimanjakan dengan budaya eksotis, saya yakin mereka akan membuat travel plan mengujungi Indonesia karena happy hour ini. 




Bukan hanya pergelaran tari-tarian, happy hour ini juga memanjakan pengunjung dengan minuman gratis dan penganan nasi dan rendang yang sayangnya stok nya terbatas dan banyak yang tidak kebagian, semoga memang hitungannya yang kurang ya dan bukan karena faktor korupsi kecil-kecilan. 


Stand Negara Lainnya
Karena ramainya pavilion Indonesia, membuat stand lain ketika saya kunjungi cenderung lebih sepi, tapi tetap dengan antusias mereka menyambut para pengunjung. 
Berikut beberapa stand negara lain yang sempat saya datangi. 











10 comments:

  1. Duuuh....beruntungnya bisa berada di sana. Klo dekat udah bela-belain datang deh. Bener :D Gak ketemu sama Agustinus Wibowo ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener Lin, kalau pas ada Eropa sayang banget kalau sampai melewatkan, karena entah kapan lagi Indonesia bisa jadi host nya :)

      Delete
  2. Beneran, saya yg baca ikutan merinding mbak fe diskripsinya keren banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebayang gak sih Ru pas ada disana gimana, merinding beneran, terharu to the max :)

      Delete
  3. proud ti be indonesia. frankfurt.. cuma pernah dengan tentang tim bolanya yang main di liga jerman..

    ReplyDelete
    Replies
    1. o ya kemarin aku ngelewatin stadium nya juga pas naik kereta :)

      Delete
  4. Replies
    1. iya ada pak Bondan lagi ngejelasin sejarah kecap manis :)

      Delete
  5. Rak buku yang B itu kece banget ya. Tentang makanan aku juga bertanya2 terus. Nasi Kapaunya kok mahal banget ya dan rasanya kurang nampol *cerewet :))) suamiku malah bilang bumbu gado-gadonya kurang banyak haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. rak buku di section publisher nya Barcelona Den, jadi B nya Book and Barcelona :)

      padahal nasi kapau itu sayuran doang ya, kalau di RM Padang Den Haag, nyumehh bgt ya Den :)

      Delete

Friends, Thank you so much for reading + supporting my blog, and for taking the time to leave me a comment.
Your comment support truly means so much to me.
Have a lovely day! xo, Jalan2Liburan

INSTAGRAM FEED

@soratemplates