Kata
orang bijak, jangan pernah berhenti bermimpi, mimpi yang dengan
segenap hati diyakini akan terjadi, sesungguhnya pastilah terjadi.
Saya pun mengaminkan kalimat tersebut, jika tidak ada mimpi, pastilah
Wakatobi tidak akan pernah saya kunjungi. Bertahun-tahun saya
memimpikan Wakatobi, bertahun-tahun itu pula nama Wakatobi terdengar
familiar dengan
hanya sekedar melihat video nya dari internet atau dengan membaca
ceritanya dari artikel-artikel majalah.
Ceceran
surga di dunia bernama Wakatobi ini terletak di Propinsi Sulawesi
Tenggara, nama Wakatobi sendiri merupakan singkatan
dari keempat pulau terbesarnya yaitu Wanci
(Wangi-Wangi), Kaledupa,
Tomia,
dan Binongko.
Wanci (Wangi Wangi) menjadi pintu gerbang surga Wakatobi, namanya
boleh pulau tapi penampakkanya lebih seperti kota kecil.
Nama
harum wangi Wakatobi tersebar di seluruh dunia karena kekayaan alam
bawah laut, letaknya yang berada pada wilayah
Coral Triangle
atau segitiga terumbu karang, dimana disinilah keragaman hayati bawah
laut dapat ditemukan, paling tidak dari 850 jenis koral dan Wakatobi
memiliki 750 koleksi nya.
Pesawat
baling-baling yang saya tumpangi mendarat mulus di pelataran bandar
udara kota Bau Bau, Sulawesi Tenggara, saya memilih kota ini sebagai
awal pertualangan saya di Wakatobi, harga tiket yang ditawarkan kala
itu tidak memaksa saya merogoh kantong terlalu dalam, toh saya pun
belum pernah menginjakkan kaki di kota ini jadi ada alasan untuk
mengekplor kota ini, saya menyebutnya dua keuntungan dalam satu aksi.
Bandara Bau Bau itu seperti bangunan rumah, kecil dan segala sesuatunya serba manual, barang-barang bagasi bawaan penumpang didorong dengan gerobak, alat penghitung barang bawaan pun seperti timbangan beras di pasar. Saya tidak perduli asalkan pesawat berangkat dan tiba tepat waktu.
Bandara Bau Bau itu seperti bangunan rumah, kecil dan segala sesuatunya serba manual, barang-barang bagasi bawaan penumpang didorong dengan gerobak, alat penghitung barang bawaan pun seperti timbangan beras di pasar. Saya tidak perduli asalkan pesawat berangkat dan tiba tepat waktu.
Pilihan
lain adalah memilih penerbangan yang menibakan langsung di Wanci,
karena Bandar Udara Matohara memiliki beberapa penerbangan yang
berasal dari Kendari ataupun Makassar, namun karena pesawat nya
terbatas, otomatis harga tiket pun lebih mahal.
Sambil
menunggu ransel saya di terminal kedatangan, saya kumpulkan sepintas
informasi bagaimana menuju pelabuhan kapal feri cepat yang
menghubungkan Bau Bau dengan Pulau Wangi-Wangi, ternyata cukup mudah,
dengan modal Rp 50.000 ada supir beserta mobil nya yang bersedia
mengantar ke pelabuhan, kalau mau naik ojek, biayanya pasti lebih
murah lagi karena sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh, tapi panas
terik seakan matahari ada 7 di langit membuat saya berpikiran dua
kali untuk memilih ojek.
Pelabuhan
Bau Bau terlihat tertib, yang tidak punya tiket kapal tidak
diperkenankan masuk, ruang tunggu jadi seperti boarding
room
di Bandara. Dengan adanya kapal cepat KM Cantika Express ini
memudahkan para pemimpi Wakatobi untuk mewujudkan mimpi nya, tidak
perlu lagi yang namanya menumpang kapal kayu yang diterjang ombak
selama 12 jam, dengan kapal cepat cukup 5 jam saja dan menibakan Anda
di pulau Wangi Wangi, atau 6 jam untuk bisa tiba di Kaledupa.
Siluet
warna oranye kemerahan yang menjadi latar belakang dermaga terkesan
sangat dramatis. Inilah matahari terbenam pertama saya di Kepulauan
Wakatobi ini.
Surya Tenggelam |
Para
supir ojek berebut calon penumpang, riuh. Saya berusaha kabur menjauh
dari kerumunan penumpang dan supir ojek tersebut, berjalan sendiri
menuju sederetan rumah penduduk lokal dan menanyakan apakah ada
penginapan di sekitar. Salah satu ibu setengah baya mencoba
mengarahkan dimana letak penginapan tersebut, dan saya pun mencoba
menganalisa dan mengikuti petunjuknya.
Dan benar saja, rumah bergaya panggung dengan papan kecil bertuliskan nama penginapan tersebut nampak sepi, tidak ada tamu yang terlihat begitupun pemiliknya, mungkin sedang sholat magrib pikir saya.
Saya perhatikan lantai dan dindingnya yang bersih terawat, ah syukurlah, semoga tempat ini berjodoh untuk saya tinggali malam ini.
Ketika sedang mengamati ruangan yang dibiarkan terbuka, saya membaca di papan tulis yang digantung di dinding, nama pemilik penginapan ini beserta no.telepon nya, segera saya hubungi dan suara di seberang telepon yang ternyata adalah anak sang pemilik memerintahkan saya untuk langsung saja masuk dan cari kamar yang terbuka pintunya karena itu tandanya kamar itu kosong. “Kamu yakin, saya boleh masuk begitu saja?” ucap saya tak percaya dengan kepolosannya. “Iya silahkan, nanti setelah sholat magrib, saya menuju kesana” jawabnya.
Wow, apa mungkin kebiasaan ini terjadi di kota besar?
Related Post:
1. Being an Islander in The Hoga Island
2. Things to Know About Wakatobi
Dan benar saja, rumah bergaya panggung dengan papan kecil bertuliskan nama penginapan tersebut nampak sepi, tidak ada tamu yang terlihat begitupun pemiliknya, mungkin sedang sholat magrib pikir saya.
Saya perhatikan lantai dan dindingnya yang bersih terawat, ah syukurlah, semoga tempat ini berjodoh untuk saya tinggali malam ini.
Ketika sedang mengamati ruangan yang dibiarkan terbuka, saya membaca di papan tulis yang digantung di dinding, nama pemilik penginapan ini beserta no.telepon nya, segera saya hubungi dan suara di seberang telepon yang ternyata adalah anak sang pemilik memerintahkan saya untuk langsung saja masuk dan cari kamar yang terbuka pintunya karena itu tandanya kamar itu kosong. “Kamu yakin, saya boleh masuk begitu saja?” ucap saya tak percaya dengan kepolosannya. “Iya silahkan, nanti setelah sholat magrib, saya menuju kesana” jawabnya.
Wow, apa mungkin kebiasaan ini terjadi di kota besar?
Related Post:
1. Being an Islander in The Hoga Island
2. Things to Know About Wakatobi
Walaupun sudah di kunjungi tetapi akan selalu mengisi list tujuan wisata untuk kembali lagi dan lagi..mudah2xan segera ..
ReplyDelete*finger cross* yah Tant :)
TFS
Bener banget Nath, salah satu destinasi yang ingin didatangi lagi dan lagi :) maybe next time together ? :-)
ReplyDeleteMenaikkan list ini diurutan atas tahun depan :))
ReplyDeleteHarus Bobb, udah gampang banget kok kesana nya :)
ReplyDeleteMatahari ada 7, wakakaka. Langsung ngakak baca ini, sepanas itu kah ?
ReplyDeleteHarus mulai atur itinerary Indonesia nih. Udah tua, waktunya jalan2 di negeri sendiri :D
pengeeen!...mbak Feb gimana kalo pas buka kamar hotel ternyata udah ada cewe sexy di dalemnya! * mupeng
ReplyDeleteLucu juga ya dipersilakan masuk di kamar yang mungkin "kosong" hehe...
ReplyDeleteBaca rincian perjalanan ternyata nggak sesusah yg dibayangkan buat ke Wakatobi... okayyy pecah celengan! :-)
Sunset nya bikin gw lemesssssss ...... keren mampusssss
ReplyDeleteDebb : Aslik panas benerrrr Deb, tp bisa jadi jg karena gw baru di Indo sekitar 4 harian yah, sebelumnya di rumah lagi parah2nya Winter tuh...hahah jadi berasa panas nya gila bangeth :)
ReplyDeleteOgi : Hahahahaaa asli gw ngetok2 kamar sambil parno, berasa maling banget ga sih masuk rumah orang yg ga ada orangnya, lgs ke kamar pula hahahah
Cumi : Nah ayo dong ke Wakatobiiiii!!! :)
Jejakbocahhilang : Udah gampang euy sekarang, sejak ada kapal feri cepat itu jadi lebih mudah explore Wakatobi, walaupun mereka hanya melayani dari Wangi Wangi dan Kaledupa.
Flight langsung jg udah mulai banyak yg lgs ke Wangi Wangi.
jadi pengen ke Wakatobi nihh..
ReplyDeletepadahal, kampung saya di Baubau, tapi belum pernah ke wakatobi.. ngenes..