Biasanya setiap membuat itinerary sebelum bepergian saya selalu menyisihkan beberapa hari lowong di satu kota yang menurut feeling saya kota tersebut bakalan cozy untuk ditinggali lama-lama, hal ini selain untuk hibernasi dan beristirahat juga saat yang tepat untuk menyerap suasana dan kehidupan lokal di kota tersebut.
Berdasarkan pemikiran itu, saya pun memilih kota Lviv sebagai kota beristirahat kami selama perjalanan ke Ukraina musim panas lalu, setelah beberapa hari sebelumnya lumayan sibuk dengan mengeksplor sebanyak mungkin kota Kiev, lalu lanjut ke Rivne untuk mengunjungi Tunnel of Love, tiba di Lviv seperti langsung berasa di rumah untuk sejenak beristirahat.
Awal pandang saya akan Lviv begitu menyenangkan, tiba dengan bus umum dari terminal yang langsung membawa penumpang menuju pusat kota tua Lviv, sebenarnya jasa Uber di Ukraina sangat bisa diandalkan, kemana-mana kami selalu naik Uber juga sih tapi sesekali bolehlah naik bus umum, kebetulah juga bus umum dengan nomor yang kami perlukan pas berhenti di depan muka. Bus lumayan penuh ketika kami naiki, beberapa orang tua duduk di kursi yang telah disediakan untuk manula seperti mereka, melihat kita naik malah mereka berdiri dan kita disuruh duduk, tentunya kami menolak. Beberapa militer yang akan berangkat bertugas juga berdiri di samping kami, seandainya saya bisa baca pikiran apa yang mereka pikirkan pastinya akan sangat menyedihkan ya, saya lihat dari aura nya kalau ia seperti demotivasi, tapi mungkin saya bisa salah.
Penumpang yang tidak bisa naik dari pintu depan bus harus naik dari pintu tengah atau belakang dan si penumpang tersebut memberikan uang kertas untuk membayar ongkosnya, lembaran uang itu berurutan secara estafet dari satu penumpang ke penumpang lainnya sampai uang tersebut sampai di tangan supir di depan, saya senang sekali melihat ritual ini setiap penumpang lain naik dari pintu belakang, syukur-syukur kalau uangnya pas, kalau uangnya perlu kembalian, bisa dipastikan uang kembalian pun di estafet dari tangan supir ke pemilik kembalian tersebut di bus bagian belakang.
Jarak dari terminal bus ke pusat kota tua Lviv sekitar 30 menit, pastinya tidak terasa karena waktu terebut saya gunakan untuk people watching, selain estafet uang ongkos tadi, saya juga memperhatikan militer perempuan yang cantik-cantik, rambut rapi dikepang, make up lengkap dan kuku yang baru di manicure. 30 menit pun akhirnya menyampaikan kami di pemberhentian bus tepat di depan Katedral yang megah, disanalah kami turun dan menuju apartemen yang telah saya reservasi sebelumnya.
Saat itu akhir pekan, Lviv ramai bukan main, semua orang asyik bersantai di udara yang cukup hangat menyenangkan, dari berbagai pelosok terdengar musik dengan volume tinggi, ternyata seminggu itu Lviv menjadi kota tuan rumah pergelaran musik Jazz, ah no wonder.
Mencari alamat apartemen ini ternyata lumayan menantang, saya baru sadar kalau alamat yang diberikan sangat sederhana tanpa nomor, patokannya depan balai kota Lviv begitu kata Olga makelar apartemen di Lviv. Saya memutuskan untuk menghubungi Olga, untung saya membeli nomor lokal Ukraina saat tiba di Kiev, nomor lokal dan data internet di Ukraina murah kebangetan, saya sampai gak percaya saat penjual nomor telpon itu menyebutkan angkanya.
Olga menjawab telpon masuk dari saya dan ia mengirimkan suaminya untuk menjemput kami berdua, ternyata apartemennya tepat berada di depan kami berdiri sedari tadi.
Apartemennya luas, jendela besar menghadap langsung ke bangunan balai kota Lviv, walaupun harus naik tangga 4 lantai tak apalah, karena yang penting lokasi apartemen ini sangat strategis. Saya buka jendela besar-besar, berbagai suara terdengar sangat kencang, lalu mendadak sepi ketika jam 1 siang tepat suara tak beraturan itu berganti dengan suara terompet yang dibunyikan oleh militer yang bertugas dari atas balkoni balai kota. Kurang tahu pasti apa tujuannya, kata Olga setiap jam sekali sampai jam 6 sore nanti suara terompet akan terus berkumandang, agak merinding sih dengarnya karena tanpa kita sadari saat itu (bahkan sampai saat ini) Ukraina sedang dalam status perang. Mungkin saja bunyi terompet tersebut untuk mengingat mereka yang gugur di medan perang.
Setelah selonjoran dan browsing tempat makan enak di Yelp dan Trip Advisor, suami saya punya ide gimana kalau kita makan malam di Uzbekistan restaurant aja, kebetulan review mengenai restoran ini bagus-bagus sekali, setelah beberapa hari rutin menyantap kuliner khas Ukraina yang sangat enak-enak itu, rasanya tidak ada salahnya menikmati kuliner lainnya, toh Ukraina dan Uzbekistan pernah bersaudaraan juga saat masih dalam naungan bendera Uni Soviet kan dan kita juga semacam rindu dengan kuliner Uzbekistan.
Jarak dari apartemen ke restoran Uzbekistan ini sekitar 1,5 kilometer berjalan kaki, sambil jalan kami melihat sisi Lviv yang lain yang sebelumnya kami lihat ketika tiba, di sepanjang sisi jalan dipenuhi restoran, kafe, brasserie, pub, ah you named it deh, apapun ada dengan berbagai tema yang disajikan untuk mencuri hati pelanggannya. Saya sama sekali tidak menyangka Lviv begitu sehidup ini, rasanya seperti berjalan di Paris saja.
Kami keluar dari restoran Uzbekistan dengan hati girang, makanannya super duper enak, pemiliknya yang asli Uzbekistan juga sangat ramah, ia asli berasal dari Samarkand dan datang ke Lviv karena menikahi perempuan dari Ukraina, lalu mereka akhirnya memutuskan untuk membuka bisnis restoran Uzbekistan yang saat kami ada disana semua meja ramai dipenuhi tamu. Good business I guess !
Saya sengaja menawarkan suami untuk menikmati desserts dan kopi di tempat lain, saking banyaknya restoran di Lviv sepertinya sayang ya kalau tidak dinikmati tempat-tempat seru lainnya, satu per satu restoran saya perhatikan dan langkah saya kemudian berhenti di satu area lokasi yang sungguh romantis, musik yang mengalun mengajak ingin berdasa dan lilin-lilin dari chadelier kuno ughhh I cant move on, we have to come inside the courtyard. Sesuai namanya Italian Courtyard, restoran ini berdiri di atas bangunan bergaya Italian Renaissance dan merupakan mansion milik orang Italia pada masanya, walaupun direkomendasikan oleh Condé Nast Traveller sebagai tempat makan asyik di Lviv, rasa tiramisu yang saya pesan ternyata biasa saja, ambiance nya sih ya yang memang juara dan itu harga yang dibeli.
Hari semakin malam dan Lviv masih ramai terjaga, bisa jadi ramai seperti ini karena pegelaran musik atau memang seperti ini setiap saat, suami saya mengasumsi bahwa Ukraina saat musim dingin bisa sangat mencekam temperaturnya, maka saat musim panas seperti sekarang mereka betul-betul memanfaatkan bisa berada di luar ruangan dan bersenang-senang. Saya pun akur dengan teorinya.
Hari pertama di Lviv membuat kami tersenyum karena kota ini memberikan kejutan yang menyenangkan, kami tidur lebih awal malam itu karena besok pagi kami akan melakukan excursion ke Pegunungan Carpathians yang adalah pegunungan yang melewati negara Czech, Polandia, Slovakia, Hungaria, Ukraina, Romania dan Serbia.
estafet uang ongkos di dalam bus ? penasaran pengen liat, krn gak mungkin ada yg seperti itu di jkt. paling suka kalo di luar negri itu cafe pinggir jalan pun rapi dan bersih,enak di pandang..
ReplyDeleteSalut bisa sampe ke supir utuh ya uang ongkos bisnya :D. Ga kebayang kalo itu dilakuin di indo -_-
ReplyDeleteIssh, aku jd pgn k Lviv ini mba. Nama kota2nya bagus.. Banyak pake huruf V aku perhatiin. Huruf favoritku juga :D