Kebakaran hutan di Seram di akhir bulan November kemarin membuat rencana perjalanan saya ke Ora Beach menjadi berantakkan, ujung-ujungnya reservasi yang telah saya lakukan saya minta untuk dibatalkan dan uang DP yang telah saya bayarkan saya minta untuk dikembalikan, setelah drama hampir 3 minggu akhirnya DP itu dikembalikan juga oleh pihak Ora Beach Resort, tentunya dengan sedikit ancaman, agak sebal juga dengan kualitas pelayanannya, mengingat persyaratan mereka yang mewajibkan calon tamu untuk membayar DP dalam durasi 3 hari kerja atau reservasi akan dibatalkan, ternyata tidak seimbang ketika calon tamu tersebut ingin membatalkan sebelum jatuh tempo.
Ora Beach boleh saja saya batalkan, tapi perjalanan ke Ambon tetap saya lakukan, tidak lama memang tapi lumayanlah hari-hari itu saya dan suami menyelesaikan memutari kota Ambon setelah trip sebelumnya ke Ambon sekitar 4 tahun lalu masih ada kampung-kampung yang belum dilewati karena faktor jalanan yang rusak parah.
Hari-hari singkat di Ambon itu alam berbaik hati menganugerahi curah sinar matahari yang luar biasa dan langit yang biru tanpa gumpalan awal sedikitpun, mobil sewaan beserta supirnya kami arahkan untuk menuju Negeri Morella yang mayoritas penduduknya beragama muslim. Pantai-pantai disana memang nyaris tidak terkenal namanya, jauhlah dengan pantai Ora atau pantai Natsepa yang seakan-akan mendominasi pariwisata Maluku.
Berkali-kali supir yang mobil sewaan saya membunyikan klakson karena banyak anak-anak sekolah yang berhamburan di jalan yang tidak lebar itu, sesekali pula anak-anak itu berteriak-teriak 'mister...mister!' karena mereka melihat suami saya dari balik kaca jendela.
Beberapa nelayan terlihat sedang membersihkan perahu mereka, dan ibu-ibu yang mengangkat jemuran atau duduk-duduk di lantai depan rumah mereka, aktifitas sederhana yang mungkin dirindukan para pekerja kantoran di kota metropolis.
Negeri Morella punya pesona, selain pantai yang nyaris tidak terekspos, kampung ini pun memiliki tradisi budaya yang sangat menarik, yaitu atraksi pukul sapu lidi dan tradisi Malam Langansa.
Dari nama nya sudah dapat dibayangkan atraksi pukul sapu lidi itu seperti apa, disebut juga dengan Pukul Manyapu, ritual ini menampilkan 2 peserta yang saling memukul lawannya dengan sapu lidi sehingga badan mereka penuh luka bekas sabetan, konon mereka kuat menahan rasa sakit bukan karena mistis atau apalah namanya, tapi karena rasa semangat akan tradisi ini membuat mereka kuat. Luka sabetan itu selanjutnya akan diobati secara tradisional yaitu dengan getah pohon jarak.
Sedangkan tradisi Malam Langasa dilakukan dalam rangka menyambut malam Lailatur Qadar di bulan Ramadan. Langasa yang berarti makanan dan buah-buahan yang disajikan di atas wadah, yang kemudian dibawa oleh para perempuan lokal ke mesjid, serah-serahan ini setelah didoakan lalu diberikan kepada anak-anak yatim piatu.
Duh kapan ya aku ke Maluku. Waduh ada kebakaran juga? ya ampuuun nggak dimana-gak dimana ya. Memangnya kebakarannya parah ya Mbak sampai menutup akses masuk ke Ora Beach?
ReplyDeleteMaluku, memang keren ya Mbak. laut birunya itu loh. keren abis. dan makasih banget untuk infonya, kalo maluku bukan hanya ora beach :)
ReplyDeleteWah saya belom pernah ke Maluku. Sayang ya ga jadi ke Pantai Ora, tapi tetep seru jadinya bias liat pantai2 lain.
ReplyDeleteVONNYDU
Kangen kopi joas,udah gitu aja hehehe
ReplyDeleteDuh... baca Langasa kepeleset mulu jadi Lasagna. Fotonya keren-keren, pantainya bersih dan airnya jernih begitu.
ReplyDelete