Sensasi Menakjubkan Gunung Bromo




Menghabiskan liburan bersama orang terkasih tentu menjadi keinginan banyak orang. Hal itu yang turut dilakukan oleh saya bersama dengan keluarga dengan mengunjungi wisata Gunung Bromo. Keindahan Gunung Bromo yang telah termasyur dengan hamparan lautan pasir seluas 10 kilometer persegi, matahari terbenam di puncak gunungnya, dan dinginnya udara sekitar menjadi daya magis bagi para wisatawan lokal dan luar negeri untuk datang berkunjung.

Saya beserta keempat sepupu saya memutuskan untuk menuju Gunung Bromo dengan menggunakan pesawat terbang untuk mnghemat lamanya perjalanan. Kala itu, kami mendapatkan tiket promo maskapai Sriwijaya Air yang terbilang murah lantaran memesan secara online di situs traveloka.com. Rute penerbangan dari Jakarta ke Surabaya menjadi perjalanan awal kami untuk selanjutnya menggunakan jalur darat melewati Kota Probolinggo. Selain menggunakan jalur udara, untuk sampai di Gunung Bromo, lazimnya melalui jalur darat menggunakan moda transportasi kereta api tujuan Jakarta-Malang. Kelas kereta api yang disediakan pun menyesuaikan kocek pribadi, yakni kereta api kelas AC Ekonomi seharga Rp65.000 atau kelas Bisnis yang dipatok berkisar Rp330.000.



Nah, sesampaianya di Stasiun Malang bisa langsung melanjutkan perjalanan ke Kota Probolinggo dan dilanjutkan menggunakan angkutan desa (colt) menuju Kecamatan Ngadisari yang merupakan kawasan lereng perbukitan Cemoro Lawang yang menjadi desa terdekat dengan Gunung Bromo. Udara dingin memaksa kami harus mengenakan pakaian ekstra tebal lengkap dengan sarung tangan serta topi kupluk. 
Namun, bagi Anda yang tidak membawa perlengkapan lengkap tersebut, Anda dapat membelinya di sekitar daerah ini karena banyak penjual yang menjajakan aksesoris penghangat tubuh tersebut oleh para penjual keliling. Sebaiknya Anda pandai tawar menawar harga karena terkadang banyak dari penjual yang menerapkan harga lebih tinggi dari harga normal.

Meski demikian, sebelum memulai wisata ke Gunung Bromo, kami menginap di salah satu hotel yang tak jauh dari kawasan berpasir tersebut atau sekitar 20 menit menggunakan mobil jeep yang telah kami sewa sebelumnya. 
Sekedar menyarankan, menginap di homestay milik warga sekitar jauh lebih menyenangkan dibandingkan menginap di hotel. Selain dapat meminimalisir budget, biasanya pemilik rumah menyediakan peralatan memasak dan fasilitas lain layaknya berada di rumah sendiri.

Perjalanan menuju Gunung Bromo dilakukan sekitar pukul 4.30 WIB menggunakan mobil jeep jemputan. Kondisi jalannya lumayan mulus meski minim lampu penerangan sepanjang jalan. Suasananya pun ramai yang terlihat di pintu masuk kawasan Gunung Bromo. Seketika kami kaget, ternyata telah banyak antrian kendaraan yang sama menuju lokasi, sehingga kami harus menunggu sekitar 30 menit untuk bisa masuk ke lautan pasir yang pernah dijadikan lokasi syuting film “Pasir Berbisik”. Tepat pukul 05.30 WIB, rombongan kami sampai di salah satu spot melihat matahari terbit dengan latar belakang Gunung Bromo. Momen tersebut pun tak ketinggalan diabadikan oleh puluhan jepretan yang kami punya.



Puas dengan kecantikan mahakarya Tuhan ini, mobil pun bergerak menghadang lautan pasir untuk menuju Blok Pengol atau disebut juga sebagai Bukit Teletubbies. Sebetulnya, bukit tersebut merupakan padang savana yang dikelilingi oleh deretan perbukitan mirip seperti serial kartun tersebut. Rute terakhir yang kami kunjungi ialah Gunung Bromo itu sendiri. Kondisinya tidaklah mudah, terdapat dua opsi untuk mencapai puncak Bromo setinggi 2.392 mdpl, yakni menyusuri sebanyak 250 anak tangga atau melakukan layaknya pendakian gunung seperti di film “5 cm”. 
Kami pun sepakat melalui opsi kedua dengan mencoba menaklukan lautan pasir yang menanjak dengan tingkat kemiringan 45 derajat. Selama mendaki, debu pasir Gunung Bromo kerap memenuhi sepatu serta pakaian kami. Beruntung, kami telah menyiapkan segalanya, sehingga kendala tersebut dapat kami lalui.



INSTAGRAM FEED

@soratemplates