
Bunyi
pesawat tempur tentara India yang pagi-pagi telah terdengar deru nya
membangunkan tidur nyenyak saya pagi itu, tak nanggung-nanggung
kurang lebih sejam nonstop ritual pagi para pesawat tempur itu
beraksi dengan manuver-manuvernya, maklumlah Jaisalmer terletak
berbatasan langsung dengan Pakistan dimana India dan Pakistan pernah
memiliki sejarah tak menyenangkan dalam hal politik kenegaraan, saya
hanya membayangkan kira-kira habis berapa ya budget negara ini untuk
keperluan ritual itu, pastinya sudah berapa juta rakyat bisa diberi
makan oleh pemerintah ini dengan budget yang sama. Ah sudahlah,
membicarakan politik tidak pernah menyenangkan, bergegas saya mandi
dan sarapan, paket safari desert yang saya pesan dari Avinash, sang
pemilik hotel yang saya inapi ini akan dimulai tepat pukul 10 pagi.
Jaisalmer
dinamai seperti pendirinya Maharawal Jaisal Singh, seorang raja
Rajput di 1156 AD, kata "Jaisalmer" yang berarti "Benteng
Bukit Jaisal" merupakan distrik terbesar di propinsi Rajasthan
yang terletak di perbatasan barat negara.
Sebagian
besar wilayah di Jaisalmer merupakan padang pasir, tapi justru inilah
magnet tujuan wisata untuk para wisatawan yang berkunjung ke kota ini
dengan tersedianya paket Safari Desert.
Sangat
disarankan untuk bersikap ekstra hati-hati dalam memilih operator
camel safari yang sangat menjamur di Jaisalmer, tidak semua operator
jujur mengenai fasilitas dan makanan yang sebelumnya disepakati di
muka, belum lagi beredar kabar bahwa kadang mereka hanya membawa
turis ke gurun yang kotor dan penuh dengan turis lainnya, oleh karena
itu saya memilih ikut dengan tour dari hotel tempat saya menginap
karena waktu saya yang sangat terbatas dan bisa kapan saja mengeluh
langsung ke si pemilik hotel jika pelayanannya tidak memuaskan.
Dengan
menggunakan kendaraan jeep, Jitu - nama sang supir yang terus-terusan
memutar lagu bollywood yang sama sepanjang perjalanan - membawa saya
menuju padang pasir Thar yang berjarak
60
km dari pusat kota Jaisalmer ini dengan waktu tempuh sekitar 45 menit
jika langsung menuju TKP. Namun sebelumnya saya diajak untuk
berkeliling di 2 lokasi di luar pusat kota Jaisalmer yaitu “The
Abandoned Village of Kuldhara”
yang merupakan situs reruntuhan kota yang dibiarkan terbengkalai.
Sesuai
namanya dimana perkampungan kecil ini dibiarkan terbengkalai dan tak
berpenghuni memang tak ada specialnya, namun yang membuat kampung ini
terkenal karena adanya dongeng yang bisa dipercaya atau tidak
kebenarannya mengenai misteri dibalik terbengkalainya Kuldhara ini.
Kuldhara
yang terdiri dari 84 desa ini didirikan pada 1291 oleh para Brahmana
Paliwal yang merupakan kelas masyarakat makmur. Suatu hari Diwan atau
pemungut pajak cukai datang ke desa untuk mengumpulkan pajak untuk
raja dan ketika sang Diwan melihat putri dari pemimpin desa,
terpesonalah beliau dan menuntut diserahkannya sang putri kepala desa
itu kepadanya. Mengetahui bahwa sang putri dan ayahnya menolak
permintaannya, Diwan mengancam bahwa ia akan kembali dengan tentara
untuk menghancurkan desa kecuali mereka memberinya gadis itu.
Meskipun tidak ada yang tahu persis bagaimana mereka melakukannya,
semua orang di semua 84 desa benar-benar menghilang malam itu juga.
Tak seorang pun melihat mereka pergi atau tahu kemana mereka pergi.
Mereka menghilang begitu saja.
Hal
lain yang diyakini bahwa sebelum mereka menghilang, mereka
melemparkan kutukan atas desa yaitu membawa kematian bagi siapa saja
yang mencoba untuk mendiami tanah itu. Sampai saat inipun, desa
tersebut hanyalah seonggok ghost
town.
Sering kali film Bollywood juga mengambil lokasi ini sebagai setting,
tak heran saat saya berada disana banyak wisatawan lokal asal India
yang berpose di depan reruntuhan bangunan, mungkin mereka
terinspirasi dari film Bollywood yang pernah mereka tonton.
Panas
yang terik membuat saya tak lama-lama berada di Kuldhara, masih ada
lagi satu obyek wisata yang tidak saya lewatkan, yaitu Bada Bagh atau
Barabagh yang berarti taman besar dalam bahasa Hindi nya. Lokasi
wisata ini merupakan situs
pemakaman tua diisi dengan makam wanita yang bunuh diri dengan
melompat ke dalam api setelah mendengar bahwa suami mereka telah
dikalahkan dalam pertempuran. Ada 20-30 kuil dengan yang dibangun
untuk mengenang pengorbanan mereka.



Jitu
mengantarkan saya sampai ke Starting Point camel safari yang adalah
perkampungan penduduk di pinggiran gurun. Mungkin kurang tepat
disebut kampung karena sebenarnya lokasi ini hanya memiliki beberapa
rumah saja yang merupakan tempat tinggal para penunggang sekaligus
peternak unta. Anak-anak usia dibawah 10 tahun menyambut kedatangan
saya saat itu, tepatnya menyambut rupee yang biasa dibawa oleh
wisatawan dan berharap saya mau memberikan sedikit saja uang kepada
mereka.
Jitu,
si supir, mengenalkan saya kepada Kareem yang kelak bersama dengan
unta nya akan memandu perjalanan selanjutnya. Kareem dan kawannya
telah menyiapkan segala bahan makanan dan minuman hingga karpet untuk
duduk-duduk di gurun nanti.
Kareem menyilahkan saya untuk naik ke punuk unta sambil memberikan tips supaya saat unta tersebut mulai berdiri, punggung saya pun harus mundur sedikit ke belakang supaya seimbang.
Ternyata duduk di atas unta itu untuk pertama kalinya itu tidak mudah seperti kelihatannya, belum lagi rasa takut ketika melihat ke bawah, ataupun saat kontur gurun yang naik turun semakin menyulitkan untuk duduk di atas punuknya.
Tapi semua ketidaknyamanan itu berangsur menghilang saat mata menatap undukan pasir yang membentuk panorama yang memerah karena terkena matahari sore , belum lagi gundukkan pasir yang halus disertai lipatan bergelombang memiliki daya tariknya tersendiri. Pemandangan gurun Thar ini luar biasa indah, sambil pikiran saya melayang membentuk visualisasi akan ribuan tahun yang lalu saat para nabi-nabi menyiarkan agama dengan menunggang unta dan keledai menembus gurun pasir.
Kareem menyilahkan saya untuk naik ke punuk unta sambil memberikan tips supaya saat unta tersebut mulai berdiri, punggung saya pun harus mundur sedikit ke belakang supaya seimbang.
Ternyata duduk di atas unta itu untuk pertama kalinya itu tidak mudah seperti kelihatannya, belum lagi rasa takut ketika melihat ke bawah, ataupun saat kontur gurun yang naik turun semakin menyulitkan untuk duduk di atas punuknya.
Tapi semua ketidaknyamanan itu berangsur menghilang saat mata menatap undukan pasir yang membentuk panorama yang memerah karena terkena matahari sore , belum lagi gundukkan pasir yang halus disertai lipatan bergelombang memiliki daya tariknya tersendiri. Pemandangan gurun Thar ini luar biasa indah, sambil pikiran saya melayang membentuk visualisasi akan ribuan tahun yang lalu saat para nabi-nabi menyiarkan agama dengan menunggang unta dan keledai menembus gurun pasir.

Sekitar
hampir 1,5 jam berada di atas unta, tibalah kami di suatu spot gurun
yang lebih datar sehingga memudahkan untuk duduk. Pemandu segera
merentangkan lipatan karpet yang dibawa, dan mereka pun segera
menyiapkan api dan kayu bakar karena acara memasak untuk makan malam
akan segera dimulai. “Ah
syukurlah, mereka mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyiapkan
bahan makanannya”
, begitulah gumam saya dalam hati, maklum mana ada rasa selera makan
jika tangan yang tadi menarik-narik tali peganggan unta harus juga
memasak makanan yang kelak akan dimakan.
Sambil
menunggu mereka selesai memasak, kami terlibat percakapan dimana saya
mengetahui bahwa usia para penunggang unta ini hanya berkisaran di
angka 20 – 23 tahun, sangat muda dibandingkan raut yang tersirat di
wajah mereka. Ada cerita lucu di tengah percakapan kami kala itu,
Kareem dan kawannya menceritakan tentang sistem “dinikahkan” oleh
orang tua yang masih berlaku di Jaisalmer , ternyata kedua pemandu
unta saya ini pun tak luput dinikahkan, mereka tak mengetahui siapa
yang kelak menjadi sang istri sampai tepat di hari pernikahannya,
beruntunglah si penunggang kuda yang satu ini memiliki istri cantik
bunga desa dari kampung sebelah dengan postur tubuh yang proporsional
dengannya, berbanding terbalik dengan sang kawan yang cukup puas
dengan istri bertubuh tinggi besar dibandingkan dengan tubuhnya
sendiri yang tak sampai 160 sentimeter. Kami saling tertawa terbahak
mendengar cerita pengalaman pribadi mereka yang nampak polos.

Makanan
yang terdiri atas chapatti, sayur kacang lentil dan pakora akhirnya
siap dihidangkan bersamaan dengan Chai Tea atau teh susu khas India
yang dimasak bersamaan dengan safron, jahe, komin dan rempah-rempah
lainnya. Menu makanan yang dimasak ala kadarnya ini terasa nikmat di
lidah, bagaimana tidak nikmat jika pemandangan di depan mata adalah
padang pasir luas yang tak terlihat dimana ujungnya, matahari yang
mulai membentuk warna kuning keemasan karena sebentar lagi terbenam
dan ditemani oleh mereka yang merupakan penduduk asli Jaisalmer ini.
I have the feeling that i m far from home !
Matahari
yang terbenam sore itu sedianya menutup hari sekaligus mengakhiri tur
saya yang tak terlupakan di padang pasir Jaisalmer ini. Kelak saya
akan merindukan percakapan dengan para penunggang unta ini,
merindukan naik ke punuk sang unta yang setia dan memandang gurun
pasir dengan cahaya keemasan ini.
Landmarks
of Luxury in Jaisalmer
Kota
Jaisalmer bukan melulu padang pasir, pusat kota nya pun layak untuk
dikelilingi. Disebut sebagai Golden City karena semua
rumah dan bangunan berwarna coklat tanah dan akan berwarna keemasan
ketika tersembur sinar matahari.
Yang
tidak dapat dilewatkan, sekaligus yang menjadi icon di pusat kota ini
adalah Jaisalmer Fort, lokasi benteng ini terletak di atas bukit
Trikuta di tengah kota sehingga dapat terlihat dari segala titik
penjuru. Jaisalmer Fort satu-satunya benteng di propinsi Rajasthan
yang di dalamnya masih ada detak kehidupan dan merupakan lokasi
dimana penduduk bertempat tinggal sehingga wisatawan bisa
berinteraksi dengan penduduk
lokal yang melakukan aktifitas kehidupannya sehari-hari. Mata
pencaharian penduduk lokal rata-rata adalah yang berhubungan dengan
pariwisata, mulai dari pemandu wisata, peternak unta, pemilik guest
house sampai dengan toko suvenir.

Beberapa
dinding muka rumah-rumah yang saya lewati sepertinya sedang berhias
diri, banyak yang sedang dilukis dengan gambar Lord Ganesha disana,
ternyata pada saat ketibaan saya di India, saat itu adalah musim
nikah dan lukisan tersebut dibuat sebagai pertanda ada anggota
keluarga disitu yang akan merayakan acara pernikahan, ya semacam
undangan pernikahan lah. Di lukisan tersebut tertulis tanggal kapan
acara pernikahan itu akan dilakukan beserta nama sang pengantin.
Rajasthan
pada umumnya dan Jaisalmer pada khususnya terkenal akan kekayaan
budaya dan seni arsitektur yang unik dan rumit, inilah salah satu
alasan yang membuat Jaisalmer memiliki tempat khusus di hati para
wisatawan. Melewati lorong-lorong kecil menyusuri rumah-rumah
penduduk menibakan saya di Patwa Haveli yang membuat siapa saja yang
melihatnya berdecak “wow”, Haveli adalah sebuah rumah besar para
bangsawan jaman dulu yang hampir setiap sudut bangunannya dipenuhi
dengan ukiran yang indah. Patwa Haveli yang terletak di jalan sempit
ini adalah salah satu yang tertua dan terbaik yang dimiliki oleh
Jaisalmer.

Sedangkan
Maharaja Palace atau istana raja terletak di jantung utama benteng
Jaisalmer, istana bertingkat 7 ini dibuat dengan lengkungan batu
berukir, nampak dari luar beberapa balkon dengan jendela ukuran
kecil, menurut cerita guide bahwa balkon dengan ukuran besar adalah
untuk sang raja ketika beliau memberikan titah dan jendela-jendela
kecil di sekelilingnya adalah untuk sang istri raja yang hanya
diperbolehkan melihat keluar istana melalui jendela kecil saja.
Tiket
masuk dikenakan seharga Rs 250 per orang jika ingin menikmati bagian
dalam dari Maharaja Palace ini.
Traditional
Dancing Performance
Berada
di suatu destinasi tertentu belum lengkap tentunya tanpa menikmati
seni budaya khas daerah tersebut, terlebih ini adalah India, negeri
Mekah nya tarian dan nyanyi. Dalam hal ini, Jaisalmer harus diberi
kredit tinggi untuk usaha pemerintahnya menyelamatkan budaya warisan
mereka.
Setelah
usai berkeliling Jaisalmer Fort, tak saya lepaskan kesempatan untuk
mampir di Pusat Budaya Jaisalmer untuk menyaksikan Ghoomar
Dance dan Kathputli Dance.
Penari – penari wanita dengan lincah mengenakan pakaian berwarna
warni serta bordir keemasan, menyeimbangkan pot kuningan yang
diletakkan di atas kepala mereka, bergoyang mengikuti melodi musik
gesekkan sitar dan perkusi. Pot kuningan tersebut mencerminkan alat
untuk mengambil air, dimana merupakan aktifitas sehari-hari wanita di
Jaisalmer, kerap saya lihat di jalan para wanita tersebut berjalan
berkilo-kilo meter menggotong pot di atas kepala mereka.
Bukan
hanya tari-tarian, budaya Jaisalmer juga kental dengan seni puppet /
boneka yang dimainkan dengan gerakkan jari-jari tangan.

Details
about Jaisalmer
1.)
Fakta mengenai India/Jaisalmer
Mata
uang : Rupee
Kode
telepon : +91
2.)
Visa
Pemegang
paspor RI dimudahkan
dengan adanya Visa On Arrival pada saat ketibaan di bandar udara
kota-kota besar di India.
Details
lebih lanjut, silahkan hubungi kantor kedutaan India di Indonesia
Embassy
of India
Jl
HR Rasuna Said kav S-1
Kuningan
Jakarta Selatan, Indonesia
Telp:
021 – 5204150/52/57
3.)
How to get there
Bandar
udara terdekat dengan Jaisalmer adalah di kota Jodhpur, dengan jarak
kurang lebih 285 km, sedangkan untuk jasa kereta api, Jaisalmer
terhubungi dengan kota-kota besar seperti Bikaner, Delhi dan Jodhpur.
4.)
Where to Sleep in Jaisalmer
Hotel
Jeetvilla – Jaisalmer
c.v.s
colony,near hanum circule, Ram Kund, Jaisalmer
http://www.hoteljeetvilla.com/Gallery.html