Sore itu di Rumah Makan India di Darwin



Entah sudah berapa kali film Australia saya tonton, dan sudah berapa kali itu juga saya tak dapat menampik air mata karena alur cerita yang menurut saya sangat menyentuh. 

Perbedaan warna kulit dan jenis rambut selalu menjadi issue rasis selama peradaban manusia itu ada. 
Saya selalu bersyukur, walaupun dilahirkan sebagai seseorang dengan kulit berwarna lebih gelap dan rambut yang tidak lurus, namun di tanah kelahiran saya, perbedaan karena warna kulit bukanlah masalah. 





Pikiran saya melayang balik ke Desember 2010 yang lalu, saya dan suami berkesempatan mengunjungi Kepulauan Fiji di Pacifik dan karena maskapai yang kami tumpangi transit di kota Darwin lumayan lama, jadilah kami keluar dari bandara untuk menikmati kota Darwin. Ternyata pusat kota Darwin itu kecil saja, tak perlu waktu lama untuk bisa menyusurinya, ya kecuali jika Anda ingin mengeksplor National Park yang terletak di luar pusat kota Darwin.

Karena perut yang sudah menjerit minta diisi, jadilah saya mencari rumah makan yang menyediakan nasi, maklumlah setelah beberapa minggu di Fiji, makanan yang kerap saya santap adalah masakkan khas Fiji ataupun menu internasional yang notabene tidak disajikan dengan nasi. Cukup beralasan kan kenapa saya ngidam banget sama yang namanya nasi? :) 
Sayangnya keinginan saya tak bisa dengan mudah terpenuhi, di jalan utama pusat kota Darwin tidak ditemukan restoran Asia seperti Thailand ataupun Malaysia, apalagi Indonesia. Saya malah ketemunya seorang wanita Indonesia yang sedang bekerja menjadi toko suvenir yang dimilikinya.

Saat saya sudah pesimis dan memantapkan diri untuk menikmati Pizza saja, saya melihat ada rumah makan kecil seperti warung pinggir jalan yang terletak di antara 2 hostel backpacker yang menyajikan menu makanan India. 
Ah, syukurlah, paling tidak akhirnya saya bisa menikmati nasi basmati hangat dan ayam tandori dengan lahap, namun kenikmatan itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba ketika sedang asyik melahap, nampak seorang pria dengan perawakkan tinggi besar, hitam, keriting, lusuh, berdiri pas di samping meja saya, sambil melihat atau tepatnya menatap piring saya. 
Dari bahasa tubuhnya, saya yakin bapak aborigin ini pasti gelandangan yang sedang kelaparan. Dia berbicara dengan bahasa yang saya tak mengerti, saya hanya bisa menangkap bahwa dia kelaparan. 

Terus terang selera saya menghabiskan makanan saya usai sudah, saya dan suami hanya saling menatap dan mata kami berbicara bahwa saya sebaiknya memesan 1 porsi makanan untuknya. 
Pasangan India pemilik rumah makan itu sepertinya kasihan melihat kami yang harus terganggu dengan hadirnya orang tak diundang ini, tapi sudahlah itu bukan masalah untuk kami, saya memberikan kode untuk ibu penjaga warung untuk memberikan 1 porsi makanan dengan menu sama yang kami makan. Ibu itu segera menyiapkan piring sambil berujar kepada saya 'let me pay his drink'. 

Bapak aborigin terlihat menikmati makanannya, seperti nya dia pun menyukai ayam tandori dan sayuran kari khas India. 

Memang sungguh menyedihkan kehidupan rakyat asli Australia ini, ketika mestinya mereka adalah tuan rumah di rumahnya sendiri namun yang terjadi adalah...ah sudahlah..








¨¨Photos are courtesy of Google


4 comments:

  1. Great story, Kak! Aku paling sedih kalau mendengar cerita tentang perlakuan rasis. Sayangnya itu terjadi dimana2. Aku aja dari kecil sering ngalamin perlakuan ga enak gara2 aku keturunan Chinese T.T

    ReplyDelete
  2. Aku juga suka ama cerita yang ini. Sama kayak Deb aku juga sering lihat rasis yg bentuk seperti itu walau aku ga terlalu banyak ngalamin karena tampangku yang ga terlalu chinese2 amat, tp brp kali bokap gw kena and it hurts!
    Seharusnya tuan rumah tapi... - familiar dengan kata2 ini. Kak great story to be highlighted! Suka :)

    ReplyDelete
  3. Debb - Aggy :
    Txs for stopping by...

    Sebenernya aku uda lama mikirin kejadian si bapak aborigin ini, mau nulis entah gak tau mulai dari mana, sampai akhirnya tadi malam di TV Lokal ada film Australia, dan kembali aku ingat akan kejadian ini.
    Aku mungkin hanya sebentar di Darwin dan bukan frequent flyer yang sering ke Australia, tapi melihat gembel yang adalah orang lokal harus tersisihkan di negara nya sendiri, terus terang somehow itu pengalaman tersendiri selama disana....

    ReplyDelete
  4. Salam kenal, baca-baca postingan mbak berhenti disini jadinya ..
    Saya juga pernah lihat film 'Australia' itu dan reaksi sama dengan mbak.

    Memang banyak soal cerita rasis gitu, saya mengalami juga dari kecil - karena saya berkulit gelap dan rambut keriting (keturunan timor + jawa) dan selalu diejekin soal fisik dari sekolah sampai kerja (untungnya saya ngga peduli).

    Tapi memang dimana-mana rasis masih ada.

    ReplyDelete

Friends, Thank you so much for reading + supporting my blog, and for taking the time to leave me a comment.
Your comment support truly means so much to me.
Have a lovely day! xo, Jalan2Liburan

INSTAGRAM FEED

@soratemplates